Jumat, 14 Februari 2014

S U J U D


Harapan, jalan keluar, dan solusi akan selalu ada bila saudara bertuhan Allah. Karena, semua itu Allah yang punya. 

Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Tidak ada yang mustahil untuk Allah. Selalu ada itu semua.

Yuk, kita lihat ayat berikut ini. Ayat ini pernah memotivasi saya. Ayat ke-27 Surah as-Sajdah.


“Dan, apakah mereka tidak memerhatikan bahwasanya Kami menghalau (awan yang mengandung) air ke Bumi yang tandus, lalu Kami tumbuhkan dengan air hujan itu tanam-tanaman yang daripadanya (dapat) makan binatang-binatang ternak mereka dan mereka sendiri. Maka, apakah mereka tidak memperhatikan?"

Saya melihat Allah menghalau awan yang mengandung air ke Bumi yang tandus hingga Bumi itu kemudian subur dan bisa bermanfaat.

Siapa yang mempunyai awan tersebut dan siapa yang mempunyai Bumi yang tandus? Tentu saja adalah Allah. Persoalan dan jawaban, Allah yang punya. Subhanallah. Lalu, mengapa kita bisa mencari pertolongan selain Allah? Sedang dua-duanya di tangan Allah?

Saya melihat ayat itu. Lalu, saya bahagia. Saya tersenyum. Saya yakin semua harapan pasti selalu ada. Semua jawaban selalu ada. Semua solusi juga selalu tersedia. 

Itu semua bukannya tidak ada, kok. Persoalannya adalah apakah Allah mau “menghalau” itu semua? Menggiringnya? Hingga ada di hadapan kita?

Obat bukannya tidak ada. Tapi, Allah yang belum mengasih (memberi) buat kita. Obat-obat yang diminum sama yang sakit jadi tidak ada pengaruh semua. Duit, pekerjaan, proyek, tagihan, jodoh, bukan tidak ada. Pastinya semua ada. 

Saya yakin. Allah menyediakan persoalan, pasti berikut jawabannya. Tapi, duit, pekerjaan, proyek, tagihan, jodoh, tidak atau belum disodorkan oleh Allah buat kita.

Melihat isi ayat itu, adanya di Surah as-Sajdah, saya lalu tersenyum dan juga bahagia. Sebab apa? Saya baik sangka sama Allah dan kagum sama Allah. Bahwa semua yang kita perlukan—sebagai “awan yang mengandung air”—untuk membuat Bumi yang tandus jadi subur adalah sujud. Ya, sujud. Kita harus bersujud.

As-Sajdah berarti sujud. Dan, memang persoalan ini persoalan abad ini juga. Makanya, orang kayak kehilangan arah.



Sumber : http://www.republika.co.id/ penulis Ust. Yusuf Mansur dalam Rubrik Khazanah Sub Topik Hikmah

Jumat, 24 Januari 2014

KUNCI HIDUP SUKSES DAN BAHAGIA

Apa itu sukses? Jabatan tinggi, uang banyak, rumah megah, mobil mewah, berjejernya kartu-kartu di dompet, dihormati banyak orang? Begitu ya?

Banyak yang mendefinisikan sukses dengan pencapaian-pencapaian yang telah disebutkan sebelumnya. Apa semua itu salah? Tidak juga. Tapi pemahaman sukses yang seperti itulah yang membuat kita merasa sulit untuk mencapai kesuksesan itu sendiri. Kalau kita tidak bisa memenuhi syarat untuk menjadi orang sukses yang seperti itu, maka sulitlah kita untuk menjadi bahagia. Yang ada hanya mengeluh karena keadaan yang tidak berubah menjadi lebih baik.

Mengapa jika kita sukses lantas kita tidak juga bahagia? Padahal kebahagiaan tidak setara dengan kesuksesan. Kebahagiaan tidak mensyaratkan kesuksesan. Dave Gardner berkata, “Success is getting what you want. Happiness is wanting what you get.” Sukses adalah mendapatkan yang kita inginkan. Sedangkan, bahagia adalah menginginkan apa yang kita dapatkan.

Tepat apa yang dikatakan oleh Gardner di atas. Sukses itu berarti mencapai apa-apa yang kita targetkan. Ketika kita berhasil mencapainya, kita dikatakan sukses. Sedangkan, kebahagiaan itu menginginkan apa saja yang kita dapatkan. Artinya, kita menikmati hal-hal yang kita miliki. Betapapun kecil dan sederhana, kita mampu menikmatinya. Inilah yang akan menimbulkan kebahagiaan.

Kalau saja kebahagiaan hanya didapatkan dari syarat-syarat sukses definisi banyak orang tersebut, maka akan terlihat bertebaran orang-orang yang tidak bahagia di muka bumi ini. Coba perhatikan, banyak orang-orang kecil dengan berpenghasilan minim bisa asik bercengkrama dengan keluarga dan bisa tidur dengan sangat nyenyak. Malah ada sebagian orang yang kita anggap sukses dengan definisi tersebut tidur gelisah dan banyak permasalahan. Senyum saja mahal untuk dia.

Kebahagiaan milik semua orang. Tidak ada syarat seseorang untuk menjadi bahagia. Pun, jika dia tidak punya apapun, dia punya pilihan untuk bahagia. Tergantung masing-masing individu memandang hidupnya dan anugerah yang tercurah dari Allah SWT. Kuncinya adalah syukur. Syukur juga mengajarkan agar nikmat-nikmat yang diberikah Allah kepada kita digunakan untuk ketaatan kepada-Nya. Inilah kebahagiaan hakiki. Karena, kebahagiaan hakiki terletak pada ketaatan kepada Allah dan tidak melakukan kedurhakaan kepada-Nya.



Minggu, 23 Juni 2013

DOA AGAR KITA TETAP TAAT KEPADA ALLAH SWT

Assalaamu 'alaikum wa rahmatullaahi wa barokaatuh

Sahabatku, sedang apa kalian di malam ahad ini? Semoga kalian tetap selalu ingat dan taat kepada Allah. 


Karena tidak ada kebahagiaan selain hidup dalam taat (QS Yunus 62-63). Sahabat Rasulullah, Muadz bin Jabal bertanya, "Ya Rasulullah, doa apa yang harus kubaca yang membuat hatiku selalu dalam keimanan dan  ketaatan kepada Allah?"

Rasulullah mengajarkan doa itu, "Robbi ainni alaa dzikrika wa syukrika wa khusni ibaadatik", "Ya Robbku, tolong hamba agar selalu ingat pada-Mu, selalu bersyukur atas nikmat-Mu, dan selalu beribadah terbaik pada-Mu ... Aamiin". 

Imam Ghozali menyebutnya hamba yang selalu berzikir, bersyukur, dan beribadah khusuk, "halaawaturruuhiyyah" hamba itu tenggelam dalam kelezatan spiritual yang sangat membahagiakannya, itulah kekayaan sejati yang dicari para pencari kesenangan, dan sungguh ia berada pada puncak rahmat Allah. 


Hafalkan doa ini, baca dalam setiap doa, setiap selesai shalat fardhu dan di pengujung malam. 

Diambil dari artikel Pojok Arifin Ilham http://republika.co.id 

LINK BANNER